Sebagian orang mungkin bertanya; apa arti kehidupan ini? Kalau
kita cermati akan banyak sekali jawaban untuk satu pertanyaan ini. Sebagian
menjawab, bahwa kehidupan adalah uang. Sehingga setiap detik hidup ini yang
dicari adalah uang. Artinya apabila dia tidak memiliki uang, seolah-olah
kehidupannya telah hilang. Sebagian lagi menjawab, bahwa kehidupan adalah
kedudukan. Sehingga setiap detik yang dicari adalah kedudukan. Sebagian lagi
memandang bahwa kehidupan adalah kesempatan untuk bersenang-senang. Maka bagi
golongan ini kesenangan duniawi adalah tujuan utama yang dicari-cari.
Saudaraku
-semoga Allah merahmatimu-
kehidupan ini adalah sebuah kesempatan yang sangat berharga untuk kita. Jangan
sampai kita sia-siakan kehidupan di dunia ini untuk sesuatu yang tidak jelas
dan akan sirna. Kenikmatan dunia ini pun kalau mau kita pikirkan dengan baik,
maka tidaklah lama. Sebentar saja, bukankah demikian? Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Seolah-olah tatkala
melihat hari kiamat itu, mereka tidaklah hidup (di dunia) kecuali hanya sesaat
saja di waktu siang atau sesaat di waktu dhuha.” (QS.
an-Nazi’at: 46)
Lalu
apa yang harus kita lakukan di dunia ini? Sebuah pertanyaan menarik. Sebuah
pertanyaan yang akan kita temukan jawabannya di dalam al-Qur’an. Allah ta’ala berfirman
(yang artinya), “Tidaklah Aku ciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS.
adz-Dzariyat: 56). Jangan salah paham dulu… Jangan dikira bahwa
itu artinya setiap detik kita harus berada di masjid, atau setiap detik kita
harus membaca al-Qur’an, atau setiap hari kita harus berpuasa, sama sekali
bukan demikian… Ibadah, mencakup segala ucapan dan perbuatan yang dicintai oleh
Allah. Allah tidak menghendaki kita setiap detik berada di masjid. Allah juga
tidak menghendaki kita setiap detik membaca al-Qur’an. Semua ibadah itu ada
waktunya. Yang terpenting bagi kita adalah melakukan apa yang Allah cintai
bagaimana pun keadaan kita dan di mana pun kita berada.
Di
antara perkara yang dituntut pada diri kita adalah senantiasa mengingat Allah,
sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
orang yang banyak berdzikir dan mengingat Allah dalam segala kondisi. Ibnu
Taimiyah pernah mengungkapkan, “Dzikir bagi hati laksana air bagi
ikan. Lantas apa yang akan terjadi pada seekor ikan jika ia dikeluarkan dari
air?”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahkan
mengatakan, “Perumpamaan orang yang
mengingat Allah dengan orang yang tidak mengingat Allah adalah seperti
perumpamaan orang yang hidup dengan orang yang mati.” (HR.
Bukhari)
Dengan
mengingat Allah, maka kita akan berhati-hati dalam menjalani hidup ini. Karena
Allah senantiasa mengawasi kita dan mengetahui apa yang kita ucapkan, apa yang
kita lakukan, di mana pun dan kapan pun. Tidak ada yang tersembunyi dari-Nya
perkara sekecil apapun. Inilah yang semestinya senantiasa kita tanamkan di
dalam hati kita. Oleh sebab itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallamberpesan, “Bertakwalah
kepada Allah dimana pun kamu berada.” (HR.
Tirmidzi). Kita harus bertakwa kepada Allah baik ketika berada
di rumah, di jalan, di kampus, di pasar atau di mana pun kita berada, ketika
bersama orang maupun ketika bersendirian.
Menjadi
orang yang bertakwa itu bagaimana? Saudaraku -semoga Allah menunjuki kita-
ketakwaan itu akan diraih manakala kita senantiasa mengingat adanya hari
pembalasan dan bersiap-siap untuk menghadapinya dengan menjalankan
ajaran-ajaran-Nya. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ali bin Abi Thalib radhiyallahu’anhu bahwa
takwa adalah, “Rasa takut kepada Allah,
beramal dengan wahyu yang diturunkan, dan bersiap-siap menyambut hari kiamat.” Allahu
a’lam.
—
Penulis:
Abu Mushlih Ari Wahyudi